Bab I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Penyusunan makalah
ini berlatar belakangi oleh penulis untuk memberikan informasi tentang
konflik dalam masyarakat indonesia dan integrasi nasional, khususnya
masyarakat luas agar mengerti permasalahan – permasalahan yang ada di
Indonesia.
Dalam konteks
konflik dalam masyarakat Indonesia dan integrasi nasional sangat berepengaruh terhadap kehidupan nasional, konflik yang sekeecil
apapun jangan dianggap enteng karena konflik itu bias membesar dan merugikan
Negara dan akan timbul integrasi nasional.
Penulis
berharap pembaca memiliki pengetahuan yang luas tentang konflik dalam
masyarakat Indonesia dan integrasi nasional agar kita bisa menjaga Negara kita
tetap utuh dan mempertahankan kemerdekaan.
B.
Tujuan
Tujuan
penulisan ini adalah untuk memberikan wawasan terhadap konflik dalam masyarakat indonesia dan
integrasi nasional memahami konflik dalam masyarakat Indonesia dan integrasi
nasional yang ada di Negara kita.
C.
Rumusan
masalah
Secara garis
besar makalah ini akan membahas mengenai
konflik-konfilk dalam masyarakat indonesai dan integrasi nasional yang menyebabkan konflik dan integrasi nasional, bagaimana penyeleseannya?
konflik-konfilk dalam masyarakat indonesai dan integrasi nasional yang menyebabkan konflik dan integrasi nasional, bagaimana penyeleseannya?
D.
Metode
penulisan
Dalam
penulisan makalah ini penulis menggunakan metode kajian pustaka dengan media
pustaka dan berbagai sumber media elektronik ini yang berkembang pesatnya.
Bab II
Konlfik dalam
Masyarakat Indonesia
A.Pengertian Konflik
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling
memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial
antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak
berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak
berdaya.
Tidak satu masyarakat
pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok
masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya
masyarakat itu sendiri.
Konflik dilatarbelakangi
oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah
menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan
lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi
sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah
mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya,
konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Konflik bertentangan
dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah
siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi.
sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.
Konflik Menurut Para Ahli mengemukakan pendapat tentang konflik sebagai berikut
:
a. Konflik Menurut Robbin
Robbin (1996: 431)
mengatakan konflik dalam organisasi disebut sebagai The Conflict Paradoks,
yaitu pandangan bahwa di sisi konflik dianggap dapat meningkatkan kinerja
kelompok, tetapi di sisi lain kebanyakan kelompok dan organisasi berusaha untuk
meminimalisasikan konflik. Pandangan ini dibagi menjadi tiga bagian, antara
lain:
- Pandangan tradisional (The Traditional View). Pandangan ini menyatakan bahwa konflik itu hal yang buruk, sesuatu yang negatif, merugikan, dan harus dihindari. Konflik disinonimkan dengan istilah violence, destruction, dan irrationality. Konflik ini merupakan suatu hasil disfungsional akibat komunikasi yang buruk, kurang kepercayaan, keterbukaan di antara orang – orang, dan kegagalaan manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan.
- Pandangan hubungan manusia (The Human Relation View. Pandangan ini menyatakan bahwa konflik dianggap sebagai suatu peristiwa yang wajar terjadi di dalam kelompok atau organisasi. Konflik dianggap sebagai sesuatu yang tidak dapat dihindari karena di dalam kelompok atau organisasi pasti terjadi perbedaan pandangan atau pendapat antar anggota. Oleh karena itu, konflik harus dijadikan sebagai suatu hal yang bermanfaat guna mendorong peningkatan kinerja organisasi. Dengan kata lain, konflik harus dijadikan sebagai motivasi untuk melakukan inovasi atau perubahan di dalam tubuh kelompok atau organisasi.
- Pandangan interaksionis (The Interactionist View). Pandangan ini cenderung mendorong suatu kelompok atau organisasi terjadinya konflik. Hal ini disebabkan suatu organisasi yang kooperatif, tenang, damai, dan serasi cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif. Oleh karena itu, menurut pandangan ini, konflik perlu dipertahankan pada tingkat minimum secara berkelanjutan sehingga tiap anggota di dalam kelompok tersebut tetap semangat, kritis – diri, dan kreatif.
b. Konflik Menurut Stoner dan Freeman
Stoner dan
Freeman(1989:392) membagi pandangan menjadi dua bagian, yaitu pandangan
tradisional (Old view) dan pandangan modern (Current View):
- Pandangan tradisional. Pandangan tradisional menganggap bahwa konflik dapat dihindari. Hal ini disebabkan konflik dapat mengacaukan organisasi dan mencegah pencapaian tujuan yang optimal. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan yang optimal, konflik harus dihilangkan. Konflik biasanya disebabkan oleh kesalahan manajer dalam merancang dan memimpin organisasi. Dikarenakan kesalahan ini, manajer sebagai pihak manajemen bertugas meminimalisasikan konflik.
- Pandangan modern. Konflik tidak dapat dihindari. Hal ini disebabkan banyak faktor, antara lain struktur organisasi, perbedaan tujuan, persepsi, nilai – nilai, dan sebagainya. Konflik dapat mengurangi kinerja organisasi dalam berbagai tingkatan. Jika terjadi konflik, manajer sebagai pihak manajemen bertugas mengelola konflik sehingga tercipta kinerja yang optimal untuk mencapai tujuan bersama.
c. Konflik Menurut Myers
Selain pandangan menurut
Robbin dan Stoner dan Freeman, konflik dipahami berdasarkan dua sudut pandang,
yaitu: tradisional dan kontemporer (Myers, 1993:234)
- Dalam pandangan tradisional, konflik dianggap sebagai sesuatu yang buruk yang harus dihindari. Pandangan ini sangat menghindari adanya konflik karena dinilai sebagai faktor penyebab pecahnya suatu kelompok atau organisasi. Bahkan seringkali konflik dikaitkan dengan kemarahan, agresivitas, dan pertentangan baik secara fisik maupun dengan kata-kata kasar. Apabila telah terjadi konflik, pasti akan menimbulkan sikap emosi dari tiap orang di kelompok atau organisasi itu sehingga akan menimbulkan konflik yang lebih besar. Oleh karena itu, menurut pandangan tradisional, konflik haruslah dihindari.
- Pandangan kontemporer mengenai konflik didasarkan pada anggapan bahwa konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dielakkan sebagai konsekuensi logis interaksi manusia. Namun, yang menjadi persoalan adalah bukan bagaimana meredam konflik, tapi bagaimana menanganinya secara tepat sehingga tidak merusak hubungan antarpribadi bahkan merusak tujuan organisasi. Konflik dianggap sebagai suatu hal yang wajar di dalam organisasi. Konflik bukan dijadikan suatu hal yang destruktif, melainkan harus dijadikan suatu hal konstruktif untuk membangun organisasi tersebut, misalnnya bagaimana cara peningkatan kinerja organisasi.
B. Jenis-jenis konflik
- Konflik antara atau dalam peran sosial (intrapribadi), misalnya antara peranan-peranan dalam keluarga atau profesi (konflik peran (role))
- Konflik antara kelompok-kelompok sosial (antar keluarga, antar gank).
- Konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan massa).
- Koonflik antar satuan nasional (kampanye, perang saudara)
- Konflik antar atau tidak antar agama
- Konflik antar politik.
- Konflik Ideologi
- Konflik Budaya
- Konflik Pertahanan
- Konflik Politik
- Konflik Agama
Sedangkan menurut James A.F. Stoner dan Charles
Wankel jenis-jenis konflik terbagi atas :
- Konflik intrapersonal.
- Konflik intrapersonal adalah konflik seseorang dengan dirinya sendiri. Konflik ini terjadi pada saat yang bersamaan memiliki dua keinginan yang tidak mungkin dipenuhi sekaligus.
- Konflik interpersonal.
- Konflik ini adalah konflik seseorang dengan orang lainnya karena memiliki perbedaan keinginan dan tujuan.
- Konflik antar individu-individu dan kelompok-kelompok, Hal ini sering kali berhubungan dengan cara individu menghadapi tekanan-tekanan untuk mencapai konformitas yang ditekankan pada kelompok kerja mereka . Sebagai contoh seorang individu dapat dikenai hukuman karena tidak memenuhi norma-norma yang ada.Konflik interorganisasi.
- Konflik antar grup dalam suatu organisasi adalah suatu yang biasa terjadi, yang tentu menimbulkan kesulitan dalam koordinasi dan integrasi dalam kegiatan yang menyangkut tugas-tugas dan pekerjaan. Karena hal ini tak selalu bisa dihindari maka perlu adanya pengaturan agar kolaborasi tetap terjaga dan menghindari disfungsional.
C. Penyebab konflik
Perbedaan individu
yang didasari oleh perbedaan pendirian dan perbedaan perasaan. Setiap manusia
memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda, sehingga dalam menilai
sesuatu tentu memiliki penilaian yang berbeda-beda. Misalnya masyarakat menilai
kebijakan pemerintah mengenai menaikkan harga BBM karena harga bahan mentah
naik. Tentu setiap masyarakat akan menilai dengan pemikirannya masing-masing
yang mungkin secara umum terbagi menjadi kelompok yang pro dan kontra.
- Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang
memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya.
Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata
ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani
hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya,
ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap
warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi
ada pula yang merasa terhibur.
Seseorang sedikit banyak
akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada
akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
· Perbedaan kepentingan antara individu atau
kelompok.
Manusia memiliki perasaan,
pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang
bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang
berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk
tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam
hal pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan budaya yang
menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh
ditebang. Para petani menbang pohon-pohon karena dianggap sebagai
penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang
dan kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan.
Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga
harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara
satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik sosial
di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut
bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar
kelompok atau antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok
buruh dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara
keduanya. Para buruh menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha
menginginkan pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri dan memperbesar
bidang serta volume usaha mereka.
- Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Perubahan adalah sesuatu
yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau
bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial.
Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang
mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat
tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi
nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai
kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang
disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi
hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi
individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak
ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan
istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara
cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di
masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan
karena dianggap mengacaukan tatanan kehiodupan masyarakat yang telah ada.
D. Akibat-akibat dari konflik.
Konflik dapat baik dan tidak baik. Konflik
berakibat tidak baik seperti :
- Menghambat komunikasi, karena pihak-pihak yang berkonflik cenderung tidak berkomunikasi.
- Menghambat keeratan hubungan.
- Karena komunikasi relative tidak ada, maka akan mengancam hubungan pihak-pihak yang berkonflik.
- Mengganggu kerja sama.
- Hubungan yang tidak terjalin baik, bagaimana mungkin terjadi kerjasama yang baik.
- Mengganggu proses produksi,bahkan menurunkan produksi.
- Kerja sama yang kurang baik, maka produktifitas pun rendah.
- Menimbulkan ketidakpuasan terhadap pekerjaan.
- Karena produktifitas rendah, timbullah ketidakpuasan terhadap pekerjaan.
- Yang kemudian berakibat pada individu mengalami tekanan, mengganggu konsentrasi, menimbulkan kecemasan, mangkir, menarik diri, frustasi dan apatisme.
Konflik berakibat baik seperti:
- Membuat suatu organisasi hidup, bila pihak-pihak yang berkonflik memiliki kesepakatan untuk mencari jalan keluarnya.
- Berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan merupakan salah satu akibat dari konflik, yang tujuannya tentu meminimalkan konflik yang akan terjadi dikemudian hari.
- Melakukan adaptasi, sehingga dapat terjadi perubahan dan perbaikan dalam system serta prosedur, mekanisme, program, bahkan tujuan organisasi.
- Memunculkan keputusan-keputusan yang inovatif.
- Memunculkan persepsi yang lebih kritis terhadap perbedaan pendapat.
E. Cara-Cara Mengatasi Konflik
Mengatasi konflik antara pihak-pihak yang bertikai
tergantung pada kemauan pihak-pihak yang berkonflik untuk menyelesaikan
masalah. Selain itu juga peran aktif dari pihak luar yang menginginkan redanya
konflik. Berikut adalah cara-cara untuk mengatasi konflik yang telah terjadi :
- Rujuk
- merupakan usaha pendekatan demi terjalinnya hubungan kerjasama yang lebih baik demi kepentingan bersama pula.
- Persuasi
- mengubah posisi pihak lain, dengan menunjukan kerugian yang mungkin timbul, dan bukti factual serta dengan menunjukkan bahwa usul kita menguntungkan dan konsisten dengan norma dan standar keadilan yang berlaku.
- Tawar-menawar
- Suatu penyelesaian yang dapat diterima oleh kedua belah pihak dengan mempertukarkan kesepakatan yang dapat diterima.
- Pemecahan masalah terpadu
- Usaha pemecahan masalah dengan memadukan kebutuhan kedua belah pihak. Proses pertukaran informasi, fakta, perasaan, dan kebutuhan berlangsung secara terbuka dan jujur. Menimbulkan rasa saling percaya dengan merumuskan alternative pemecahan secara bersama dengan keuntungan yang berimbang bagi kedua pihak.
- Penarikan diri
- Cara menyelesaikan masalah dengan cara salah satu pihak yang bertikai menarik diri dari hubungan dengan pihak lawan konflik. Penyelesaian ini sangat efisien bila pihak-pihak yang bertikai tidak ada hubungan. Bila pihak-pihak yang bertikai saling berhubungan dan melengkapi satu sama lain, tentu cara ini tidak dapat dilakukan untuk menyelesaikan konflik.
- Pemaksaan dan penekanan
- Cara menyelesaikan konflik dengan cara memaksa pihak lain untuk menyerah. Cara ini dapat dilakukan apabila pihak yang berkonflik memiliki wewenang yang lebih tinggi dari pihak lainnya. Tetapi bila tidak begitu cara-cara seperti intimidasi, ancaman, dsb yang akan dilakukan dan tentu pihak yang lain akan mengalah secara terpaksa.
Bab III
Integrasi
Nasional
A. Pengertian Integrasi
Nasional
Integrasi nasional adalah usaha dan proses
mempersatukan perbedaan perbedaan yang ada pada suatu negara sehingga
terciptanya keserasian dan keselarasan secara nasional.Seperti yang kita
ketahui, Indonesia merupakan bangsa yang sangat besar baik dari kebudayaan
ataupun wilayahnya. Di satu sisi hal ini membawa dampak positif bagi bangsa
karena kita bisa memanfaatkan kekayaan alam Indonesia secara bijak atau
mengelola budaya budaya yang melimpah untuk kesejahteraan rakyat, namun selain
menimbulkan sebuah keuntungan, hal ini juga akhirnya menimbulkan masalah yang
baru.Kita ketahui dengan wilayah dan budaya yang melimpah itu akan menghasilkan
karakter atau manusia-manusia yang berbeda pula sehingga dapat mengancam
keutuhan bangsa Indonesia.
Integrasi suatu bangsa terjadi karena adanya
perpaduan dari berbagai unsur, seperti suku bangsa, tradisi, kepercayaan atau
agama, sosial budaya, dan budaya ekonomi sehingga terwujud satu kesatuan
wilayah, politik, ekonomi, sosial, dan budaya yang membentuk jati diri suatu
bangsa. Menurut Liddle, suatu integrasi nasional yang tangguh hanya bisa
berkembang apabila :
- Sebagian besar anggota suatu masyarakat bersepakat tentang batas-batas teritorial dari negara sebagai suatu kehidupan politik di mana mereka menjadi warganya.
- Apabila sebagian besar anggota masyarakat tersebut bersepakat mengenai struktur pemerintahan dan aturan-aturan daripada proses-proses politik yang berlaku bagi seluruh masyarakat diatas wilayah negara tersebut.
Suatu konsensus nasional mengenai
bagaimana suatu kehidupan bersama sebagai bangsa harus diwujudkan atau
diselenggarakan, melalui suatu konsensus nasional mengenai “sistem nilai” yang
akan mendasari hubungan-hubungan sosial di antara anggota suatu masyarakat
negara. Adapun langkah-langkah yang dapat dilakukan adalah:
- Melakukan pengorbanan sebagai langkah penyesuaian antara banyak perbedaan, perasaan, keinginan dan ukuran penilaian.
- Mengembangkan sikap toleransi di dalam kelompok sosial.
- Terciptanya kesadaran dan kesediaan untuk mencapai suatu konsensus.
- Mengidentifikasi akar persamaan di antara kultur-kultur etnis yang ada.
- Kemampuan segenap kelompok yang ada untuk berperan secara bersama-sama dalam kehidupan budaya dan ekonomi.
- Mengakomodasi timbulnya etnis.
- Upaya yang kuat dalam melawan prasangka dan diskriminasi.
- Menghilangkan pengkotak-pengkotakan kebudayaan.
Dalam konteks Indonesia, maka proses
integrasi nasional haruslah berjalan alamiah, sesuai dengan keanekaragaman
budayanya dan harus lepas dari hegemoni dan dominasi peran politik etnik
tertentu. Suatu integrasi nasional yang tangguh hanya akan berkembang di atas
konsensus nasional mengenai batas-batas suatu masyarakat politik dan sistem
politik yang berlaku bagi seluruh masyarakat tersebut. Adapun batas-batas
konsensus nasional adalah sebagai berikut:
Gambar 3.1 Batas Konsensus Nasional
Dalam buku berjudul Ethnicity, Party and National Integration: An Indonesia Case Study, William Liddle menulis bahwa masalah integrasi bangsa timbul dari dua
dimensi, yaitu dimensi horizontal dan vertical.
Gambar 3.2 Dimensi Integrasi Bangsa
Bagan di atas sedikit banyak menjelaskan
bahwa masalah-masalah yang mungkin timbul dalam proses integrasi dipengaruhi
oleh 2 dimensi, yang pertama adalah dimensi horizontal primordial, berupa
masalah yang disebabkan karena adanya perbedaan ras, suku, dan agama. Dalam
konteks ini jelas masalah SARA merupakan penyulut utama konflik jika
masing-masing golongan tidak memiliki toleransi yang tinggi terhadap golongan
yang lain. Dan dimensi vertikal berupa masalah yang ditimbulkan oleh muncul dan
berkembangnya semacam jurang pemisah (gap) antara golongan elit nasional yang
sangat kecil jumlahnya dengan mayoritas terbesar rakyat biasa (massa). Tidak
bisa dipungkiri bahwa pemerintah sebagai pemangku kebijakkan seringkali membuat
suatu kebijakan yang tidak berpihak kepada masyarakat, dan hanya mementingkan
kepentingan golongan tertentu. Hal ini tentunya akan menimbulkan pergolakan
pada masyarakat yang merasa terintimidasi dan terugikan oleh kebijakan yang
dibuat tersebut. Berdasarkan dua dimensi tersebut, maka perlu kiranya memandang
suatu bentuk integrasi nasioal dengan upaya meminimalisir masalah-masalah dari
dimensi vertikal dan horizontal dalam suatu negara.
B. Faktor-faktor pendorong integrasi nasional
`Faktor-faktor pendorong integrasi nasional sebagai berikut:
1. Faktor sejarah yang menimbulkan rasa senasib dan seperjuangan.
2.
Keinginan untuk bersatu di kalangan bangsa Indonesia sebagaiman adinyatakan dalam Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928.
3.
Rasa cinta tanah air di
kalangan bangsa Indonesia, sebagaimana dibuktikan perjuangan merebut,
menegakkan, dan mengisi kemerdekaan.
4.
Rasa rela berkorban
untuk kepentingan bangsa dan Negara, sebagaimana dibuktikan oleh banyak
pahlawan bangsa yang gugur di medan perjuangan.
5.
Kesepakatan atau
konsensus nasional dalam perwujudan Proklamasi Kemerdekaan, Pancasila dan UUD
1945, bendera Merah Putih, lagu kebangsaan Indonesia Raya, bahasa kesatuan
bahasa Indonesia
C. Faktor-faktor Penghambat Integrasi Nasional
Faktor-faktor penghambat
integrasi nasional sebagai berikut:
1.
Masyarakat Indonesia
yang heterogen (beraneka ragam) dalam faktor-faktor kesukubangsaan dengan
masing-masing kebudayaan daerahnya, bahasa daerah, agama yang dianut, ras dan
sebagainya.
2.
Wilayah negara yang
begitu luas, terdiri atas ribuan kepulauan yang dikelilingi oleh lautan luas.
3.
Besarnya kemungkinan
ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan yang merongrong keutuhan, kesatuan
dan persatuan bangsa, baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri.
4.
Masih besarnya
ketimpangan dan ketidakmerataan pembangunan dan hasil-hasil pembangunan
menimbulkan berbagai rasa tidak puas dan keputusasaan di masalah SARA (Suku,
Agama, Ras, dan Antar-golongan), gerakan separatisme dan kedaerahan,
demonstrasi dan unjuk rasa.
5.
Adanya paham
“etnosentrisme” di antara beberapa suku bangsa yang menonjolkan
kelebihan-kelebihan budayanya dan menganggap rendah budaya suku bangsa lain.
D. Contoh Integrasi
Contoh wujud integrasi nasional, antara lain sebagai berikut:
1) Pembangunan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) di
Jakarta oleh Pemerintah Republik Indonesia yang diresmikan pada tahun 1976. Di
kompleks Taman Mini Indonesia Indah terdapat anjungan dari semua propinsi di Indonesia
(waktu itu ada 27 provinsi). Setiap anjungan menampilkan rumah adat beserta
aneka macam hasil budaya di provinsi itu, misalnya adat, tarian daerah, alat musik khas
daerah, dan sebagainya.
2) Sikap toleransi antarumat beragama, walaupun agama
kita berbeda dengan teman, tetangga atau saudara, kita harus saling menghormati.
3) Sikap menghargai dan merasa ikut memiliki kebudayan
daerah lain, bahkan mau mempelajari budaya daerah lain, misalnya masyarakat
Jawa atau Sumatra, belajar menari legong yang merupakan salah satu tarian adat
Bali. Selain anjungan dari semua propinsi di Indonesia, di dalam komplek Taman
Mini Indonesia Indah juga terdapat bangunan tempat ibadah dari agama-agama yang
resmi di Indonesia, yaitu masjid (untuk agama Islam), gereja (untuk agama
Kristen dan Katolik), pura (untuk agama Hindu) dan wihara (untuk agama Buddha).
Perlu diketahui, bahwa waktu itu agama resmi di Indonesia baru 5 (lima) macam.
Contoh-contoh pendorong
integrasi nasional :
1)
Adanya rasa keinginan
untuk bersatu agar menjadi negara yang lebih maju dan tangguh di masa yang akan
datang.
2)
Rasa cinta tanah air
terhadap bangsa Indonesia.
3)
Adanya rasa untuk tidak
ingin terpecah belah, karena untuk mencari kemerdekaan itu adalah hal yang
sangat sulit.
4)
Adanya sikap kedewasaan
di sebagian pihak, sehingga saat terjadi pertentangan pihak ini lebih baik
mengalah agar tidak terjadi perpecahan bangsa.
5)
Adanya rasa senasib dan
sepenanggungan.
6) Adanya rasa dan keinginan untuk rela berkorban bagi
bangsa dan negara demi terciptanya kedamaian.
No comments:
Post a Comment